Monday, November 26, 2012

Perubahan Kurikulum Tidak Melibatkan Guru




 JAKARTA, KOMPAS.com -- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mempersoalkan perubahan kurikulum 2013 yang sejak awal tidak melibatkan guru. Mereka menilai hal itu memang direncanakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahwa guru hanya akan dilibatkan pada saat uji publik.

Sikap Kemendikbud itu, menurut FSGI, mengindikasi bahwa guru memang tidak berhak terlibat dalam tataran penyusunan kurikulum. Guru hanya dianggap pelaksana yang harus mentah-mentah menerima kurikulum yang sudah dibuatkan para ahli dan para profesor.

"Suka atau tidak, guru harus menjalankan kurikulum yang sudah disusun tersebut. Hal ini jelas menunjukkan bahwa Kemendikbud menempatkan guru sebagai obyek, bukan subyek. Guru sebagai pelaksana dianggap tidak tahu apa-apa dan kalau nanti guru bingung melaksanakan kurikulum maka yang salah dan bodoh guru, bukan yang membuat kurikulum," tutur Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti, Senin (26/11/2012) di Jakarta.

Dalam ilmu pendidikan, kata Retno, kurikulum menempatkan guru sebagai kreator dan inovator kurikulum, bukan tukang atau buruh yang hanya menjalankan atau pelaksana kurikulum. Baik buruknya kurikulum atau bisa tidaknya kurikulum diimplementasikan, guru yang paling tahu.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Fahriza Marta Tanjung mengatakan, guru sangat paham hambatan atau kendala praktik kurikulum di lapangan. Jadi, semestinya ada evaluasi dahulu atas kurikulum yang terdahulu, kemudian kelemahan dan kendalanya diperbaiki sehingga ada alasan merevisi. "Bukan tiba-tiba dilakukan perubahan tanpa ada penelitian yang jelas dan tidak pernah bertanya pada guru terkait persoalan-persoalan di lapangan terhadap implementasi kurikulum yang dilaksanakannya selama ini," katanya.

Fakhrul Alam, aktivis FSGI yang juga guru SMAN 13 Jakarta, mengatakan bahwa dari informasi salah satu anggota tim penyusun perubahan kurikulum, Kemendikbud akan segera melakukan uji publik terhadap kurikulum baru sebanyak lima kali sampai Februari 2013. FSGI menilai uji publik yang hanya lima kali tidak representatif dengan luas wilayah Indonesia yang meliputi 33 propinsi dan lebih dari 400 kota/ kabupaten, serta jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa, dengan jumlah siswa SD sekitar 30 juta, siswa SMP sekitar 30 juta dan siswa SMA sekitar mendekati 10 juta. "Ini sangat tidak masuk akal," ujar Fakhrul.
FSGI memandang bahwa menyusun suatu kurikulum sebuah bangsa berarti merencanakan dan menyiapkan masa depan suatu bangsa. Menyiapkan masa depan suatu bangsa seharusnya dilakukan secara matang, sehingga sebelum suatu kurikulum diterapkan secara nasional dilakukan suatu uji coba terlebih dahulu dan dianalisa kelayakannya.

"Ironinya, Kemendikbud tidak melakukan itu dan berencana langsung melaksanakan kurikulum baru yang belum di uji coba dan dianalisa hasil uji cobanya. Lebih aneh lagi, kurikulum yang akan diterapkan itu hanya akan dilakukan uji publik sebanyak lima kali untuk seluruh Indonesia yang luas dan besar ini," kata Retno.
 

0 komentar: