Oleh :WIYONO, S.Pd
wiyonospd-civiceducation.blogspot.com
sumber :Kompasiana.com/ariimogiri
wiyonospd-civiceducation.blogspot.com
sumber :Kompasiana.com/ariimogiri
“Bad or good, publicity is publicity” begitulah mungkin yang ada di benak Fahri Hamzah dan para petinggi PKS yang mengamini sikap dan gagasannya untuk membubarkan KPK dengan alasan di dalam sistem demokrasi semestinya tidak ada sebuah lembaga yang bersifat superbody (sebuah istileh yang mengingatkan dengan pernyataan SBY beberapa tahun lalu, juga tentang KPK, yang akhirnya bermuara dengan munculnya isu nasional pelemahan KPK). Kita tidak tahu apa sesungguhnya yang ada di balik ide dan gagasan Fahri Hamzah dari PKS itu, yang punya benang merah dengan pernyataan Marzuki Alie dari Demokrat yang beberapa waktu yang lalu juga menyuarakan hal yang sama : Pembubaran KPK.
Pasca pernyataan tentang KPK itu, baik oleh Marzuki Alie maupun oleh Fahri Hamzah sontak membuat “pegiat anti korupsi menjadi gerah, hingga bermunculan-lah komentar dari sana-sini yang mengecam sampai menghujat sosok-sosok yang mengusung dan menyampaikan ide pembubaran KPK itu. Pihak KPK sendiri, lewat ketuanya, Busyro Muqaddas tampak santai saja menanggapi pernyataan dari mereka, dia dengan tenang mempersilahkan siapapin yang punya ide untuk membubarkan KPK agar menempuh jalur formal, dalam hal ini ketika menanggapi langsung pernyatan Fahri Hamzah, Busyro Muqaddas mempersilahkan fahri hamzah menggunakan fraksi PKS di DPR untuk merealisasikan idenya membubarkan KPK.
Sementara “publik” disuguhi dengan kontroversi ini akhirnya melampiaskan suaranya dengan berbagai komentar di media, maupun sosial media untuk menyuarakan penolakannya terhadap ide pembubaran KPK ini.
Banyak komentar dari masyarakat dan pengamat yang memberi penilaian bahwa dengan melontarkan ide pembubaran KPK, yang memperlihatkan sikap tidak reformis dari PKS akan berakibat menurunnya suara pendukung PKS di 2014.
Namun yang jadi pertanyaan adalah, mengapa petinggi PKS tidak memberi teguran kepada Fahri Hamzah, jika memang ide kontroversi itu memberi citra buruk kepada PKS. Maka kita bisa melihatnya dari segi waktu, bahwa 2014 masih cukup lama, sekitar 3 tahun lagi, sementara masyarakat kita adalah tipikal masyarakat yang pelupa, kemudian juga para petinggi PKS mungkin menyadari bahwa ide besar tentang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi tidak terlalu signifikan terhadap perolehan suara, hal itu terbukti dengan terpilihnya anak mantan bupati Kutai kertanegara yang dihukum karena korupsi, namun meski bapaknya dihukum, anaknya tetap terpilih sekali putaran. Demikian juga dengan nasib istri bupati kendal, yang juga terpilih meski suaminya dihukum karena korupsi. Lihatlah juga bagaimana penyambutan terhadap Abdullah Puteh sehabis dihukum karena korupsi, maupun juga penyambutan terhadap Agusrin Najamudin yang gegap gempita sehabis dibebaskan dari tahanan karena tuduhan korupsi.
Kalau mau melihat fenomena ini, maka sesungguhnya ide besar pemberantasan korupsi memang belum betul-betul dirasakan oleh masyarakat di kalangan akar rumput sebagai sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Banyak dari mereka ternyata memaklumi jikalau pejabat itu korupsi, karena bagi mereka yang lebih penting adalah bukan masalah korupsi atau tidak, namun apakah hasil korupsi itu dinikmati sendiri atau kah kemudian masyarakat, walau sedikit ikut menikmati hasil korupsi paja elit politik itu.
Sungguh ini menjadi PR besar bagi para pegiat anti korupsi, agar bisa memebrikan penyadaran kepada masyarakat di akar rumput bahwa sesungguhnya mereka akan mendapat lebih seandainya korupsi betul-betul bisa diberantas dari bumi nusantara ini. Entah kapan
0 komentar:
Post a Comment