Saturday, August 27, 2011

Ketupat Lebaran dalam Filosofi Jawa

Oleh :WIYONO, S.Pd
wiyonospd-civiceducation.blogspot.com

Sumber : www.kompasiana.com/lin2



Perayaan Lebaran sudah menjadi tradisi masyarakat muslim Indonesia. Ribuan umat muslim dari Sabang sampai Merauke gegap gempita merayakan momen suci ini. Budaya bersalam-salaman dan bermaaf-maafan menjadi ritual “wajib” seusai sholat ‘Idul Fitri. Ketupat Lebaran dan opor ayam pun menjadi santapan primadona Lebaran.

Dalam filosofi Jawa, ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya Lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa, merupakan kependekan dari ngaku lepat (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).

Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman, yakni bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon maaf, masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, serta memohon keikhlasan dan maaf dari orang lain, khsusnya kepada orang tua.

Sementara, laku papat dalam perayaan Lebaran yang dimaksud adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan. Lebaran bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Luberan bermakna meluber atau melimpah, yakni sebagai simbol anjuran bersedekah bagi kaum miskin sekaligus supaya memberikan maaf pada orang lain.

Leburan berarti habis dan melebur. Maksudnya pada momen Lebaran dosa dan kesalahan akan melebur habis, dan saling memaafkan satu sama lain. Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan sebagai penjernih air maupun pemutih dinding. Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin satu sama lain.

1 komentar:

Ainimalia said...

Waaaahh.. ternyata ada filosofisnya juga yah? salam kenal Pak.. dari Jepara Jawa Tengah..