Perhiasan Jiwa Itu Bernama Kejujuran
Adakah bahasa yang lebih sederhana dan sangat mudah dimengerti selain sebuah kejujuran?. Namun sebagian manusia diluar sana mengatakan, kejujuran terkadang menyakitkan.. ya tentu akan sangat menyakitkan.. yaitu bagi hati dan diri manusia yang melupakan dan meremehkannya. Kejujuran hanyalah bersahabat dengan kebaikan, dan kebaikan akan selalu membawa kebahagiaan dan keuntungan.
Belajar dari kisah Ka’ab bin Malik. Seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah dengan pedang dan lisannya. Sosok patriot yang memiliki kejujuran
setegar batu karang. Tak terkikis oleh ujian yang menyempitkan hatinya. Dijalaninya sisa hidupnya dengan selalu menggenggam kejujuran.
Kisah kejujuran Ka’ab bin Malik ini, berawal saat absennya dalam perang tabuk. Ketika Rasulullah, kembali dari peperangan, orang-orang yang absen
segera menemui Beliau, untuk menyampaikan alasan-alasan mereka. Sempat terbesit dalam benaknya untuk mengatakan alasan dusta kepada Rasulullah SAW, agar selamat dari kemarahan. Namun diurungkan niat itu dan perkataan jujurpun terucap apa adanya.
Belajar dari kisah Ka’ab bin Malik. Seorang mujahid yang berjuang di jalan Allah dengan pedang dan lisannya. Sosok patriot yang memiliki kejujuran
setegar batu karang. Tak terkikis oleh ujian yang menyempitkan hatinya. Dijalaninya sisa hidupnya dengan selalu menggenggam kejujuran.
Kisah kejujuran Ka’ab bin Malik ini, berawal saat absennya dalam perang tabuk. Ketika Rasulullah, kembali dari peperangan, orang-orang yang absen
segera menemui Beliau, untuk menyampaikan alasan-alasan mereka. Sempat terbesit dalam benaknya untuk mengatakan alasan dusta kepada Rasulullah SAW, agar selamat dari kemarahan. Namun diurungkan niat itu dan perkataan jujurpun terucap apa adanya.
Beliau berucap salam ketika menemui Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW berkata,"Kemarilah!"
Beliaupun mendekat dan duduk di hadapannya.
Selanjutnya Rasulullah bertanya "Apa yang menahanmu? Bukankah engkau
telah mempertaruhkan punggungmu?"
Ka’ab bin Malik menjawab,"Benar, wahai Rasulullah. Demi Allah, seandainya
saat ini aku duduk di hadapan orang selain engkau, tentu aku sampaikan segala argumentasi yang dapat menyelamatkanku dari kemarahan. Namun aku sungguh mengetahui, seandainya hari ini aku berdusta supaya engkau memaklumiku, niscaya Allah yang akan memberitahukan kepada engkau. Aku mengatakan alasan yang sebenarnya dengan jujur kepadamu. Dan sungguh, aku berharap ampunan Allah dengan kejujuranku. Demi Allah, aku sama sekali tidak memiliki alasan saat aku berdiam di rumah dan tidak ikut serta perang bersamamu."
Rasulullah SAW berkata,”Laki-laki ini telah berkata jujur. Berdirilah sampai Allah memutuskan perkaramu," Ka’ab bin Malikpun berdiri dan meninggalkan Rasulullah SAW.
Sejak saat itu, Rasulullah melarang para sahabat berbicara dengannya. Ka'ab bin Malik menguatkan hatinya untuk menemui orang-orang, seraya berharap akan ada seseorang yang menyapanya. Namun tak ada seorang pun yang mau berbicara.
Keadaan itu terus berlanjut hingga beban itu kian berat Dirasakannya. Bahkan ketika menemui Abu Qatadah, sepupu dan orang yang sangat dicintai, dia tidak menjawab salamnya.
Ka’ab bin Malik berkata dengan nada sedih pada sepupunya itu, "Wahai, Abu Qatadah! Demi Allah, bukankah engkau mengetahui bahwa aku mencintai Allah dan RasulNya?"
Abu Qatadah hanya terdiam dan tidak menanggapi perkataannya sama sekali. Ka’ab bin Malik mengulangi kata-kata itu berkali-kali, sampai akhirnya Abu qatadah berujar: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui".
Seketika Air mata Ka’ab bin Malik pun meleleh tiada tertahan lagi.
Rasulullah SAW berkata,"Kemarilah!"
Beliaupun mendekat dan duduk di hadapannya.
Selanjutnya Rasulullah bertanya "Apa yang menahanmu? Bukankah engkau
telah mempertaruhkan punggungmu?"
Ka’ab bin Malik menjawab,"Benar, wahai Rasulullah. Demi Allah, seandainya
saat ini aku duduk di hadapan orang selain engkau, tentu aku sampaikan segala argumentasi yang dapat menyelamatkanku dari kemarahan. Namun aku sungguh mengetahui, seandainya hari ini aku berdusta supaya engkau memaklumiku, niscaya Allah yang akan memberitahukan kepada engkau. Aku mengatakan alasan yang sebenarnya dengan jujur kepadamu. Dan sungguh, aku berharap ampunan Allah dengan kejujuranku. Demi Allah, aku sama sekali tidak memiliki alasan saat aku berdiam di rumah dan tidak ikut serta perang bersamamu."
Rasulullah SAW berkata,”Laki-laki ini telah berkata jujur. Berdirilah sampai Allah memutuskan perkaramu," Ka’ab bin Malikpun berdiri dan meninggalkan Rasulullah SAW.
Sejak saat itu, Rasulullah melarang para sahabat berbicara dengannya. Ka'ab bin Malik menguatkan hatinya untuk menemui orang-orang, seraya berharap akan ada seseorang yang menyapanya. Namun tak ada seorang pun yang mau berbicara.
Keadaan itu terus berlanjut hingga beban itu kian berat Dirasakannya. Bahkan ketika menemui Abu Qatadah, sepupu dan orang yang sangat dicintai, dia tidak menjawab salamnya.
Ka’ab bin Malik berkata dengan nada sedih pada sepupunya itu, "Wahai, Abu Qatadah! Demi Allah, bukankah engkau mengetahui bahwa aku mencintai Allah dan RasulNya?"
Abu Qatadah hanya terdiam dan tidak menanggapi perkataannya sama sekali. Ka’ab bin Malik mengulangi kata-kata itu berkali-kali, sampai akhirnya Abu qatadah berujar: "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui".
Seketika Air mata Ka’ab bin Malik pun meleleh tiada tertahan lagi.
Cobaan pun belum berhenti baginya, sehelai surat dari Raja Ghassan telah sampai padanya. Tertulis dalam surat itu: "Telah sampai berita kepadaku, bahwa temanmu telah menyia-nyiakanmu. Sedangkan Allah tidak menjadikanmu orang yang terhina dan tersia-siakan. Bergabunglah dengan kami, maka kami akan menolongmu".
Ka’ab bin Malik hanya menjawab, "lni cobaan untukku," lalu surat itu dilemparnya ke dalam tungku api.
Ka’ab bin Malik hanya menjawab, "lni cobaan untukku," lalu surat itu dilemparnya ke dalam tungku api.
Hingga tibalah suatu pagi selepas shalat shubuh, tiba tiba Ka’ab bin Malik mendengar seseorang berteriak: "Wahai, Ka’ab bin Malik! Berbahagialah!" Rasulullah telah mengumumkan kepada para sahabat setelah shalat Shubuh. Allah telah menerima taubatmu."
Orang-orang berbondong-bondong menemuinya. kebahagiaan pun mendekatinya. Sampai sampai Ka’ab bin Malik memberikan dua baju yang dikenakan kepada laki-laki yang datang membawa kabar gembira itu. Padahal saat itu, Ka’ab bin Malik tidak memiliki baju selain kedua baju itu. Oleh karena itu, segera dipinjamnya baju dan bergegas ke masjid menemui Rasulullah. Kekasih Allah itu berkata: "Berbahagialah dengan hari terbaik yang engkau jumpai semenjak ibumu melahirkanmu". "Pengampunan untukmu telah datang langsung dari sisi Allah."
Ka’ab bin Malik berkata "Dan sungguh Allah telah menyelamatkanku dari perkara pelik ini karena kejujuran. Maka sebagai wujud taubatku pula, aku tidak akan berbicara kecuali dengan jujur".
Ka’ab bin Malik berkata "Dan sungguh Allah telah menyelamatkanku dari perkara pelik ini karena kejujuran. Maka sebagai wujud taubatku pula, aku tidak akan berbicara kecuali dengan jujur".
Betapa banyak orang yang tengah sakit dalam penyakit pergulatan batinnya sendiri. Padahal, jalan keluar sudah sangat jelas membentang didepan mata. Tegas mengakhiri ketidakjujuran. Ini adalah bukti dari sebuah keberanian jiwa dari seorang pribadi yang berani. [syahidah]
0 komentar:
Post a Comment